Rabu, 26 Juni 2013

PROFESI KESEHATAN INDONESIA BERSATU: MIMPI DI SIANG BOLONG

Saya seorang dokter, sampai saat ini saya masih bisa berbangga hati mengatakan ini. Meskipun status saya dokter disfungsional, karena setelah jadi PNS saya malah ditempatkan di posisi administratif, namun saya berusaha tetap menyandang ‘dokter’ tersebut dengan penuh kebanggaan.
Sebagai dokter disfungsional dan bekerja di tempat pusatnya kebijakan dibentuk, terus terang cukup membuka mata saya. Dulu, waktu saya masih PTT dan ditempatkan di Puskesmas dengan status Sangat Terpencil, saya selalu memandang penuh curiga kepada birokrasi. Apakah itu Dinkes yang lambat mengurus gaji kami, apakah itu Pemda yang terkesan menelantarkan nasib kami, juga tentu Pusat yang diam-diam saja padahal gaji kami belum turun 3 bulan.
Saya sangat nggak respek melihat lambatnya birokrasi di Dinkes, dan ogah-ogahannya pegawai Dinkes bekerja. Daftar gaji kami harusnya yang mengamprah dan mengirim ke Pusat ya Dinkes, tapi kenapa nggak turun-turun? Karena amprahannya belum dikirim ke Pusat. Alasan? Nggak ada biaya kirimnya. Jadi, akhirnya kamilah dokter-dokter PTT yang tabungannya pas-pasan karena baru lulus, yang bergerilya sendiri membuat amprahan gaji kami dan mengirimnya ke Pusat.
Tentu saja tidak semua Dinkes memperlakukan dokter PTT demikian, tapi hal ini membuat saya bertekad whatever happened saya nggak mau jadi birokrat. Lagipula jiwa saya bukan di birokrasi, tapi di pelayanan. Saya berjiwa practician, birokrasi membuat saya cape dan kesal. Tapi, manusia hanya bisa berencana, karena setelah saya diterima sebagai CPNS saya justru dijebloskan ke sumber dari segala sumber birokrasi: Kantor Pusat (maaf saya pake istilah dijebloskan, soalnya saya bener-bener nggak tau waktu awal kalo saya bakal ditempatkan sebagai tenaga administratif).
Sekarang, teman saya yang eks PTT dan kini jadi PNS fungsional di daerah dia PTT dulu, sering sharing dengan saya. Karena posisi saya di Pusat, tentu dia mengharapkan saya bisa menjelaskan berbagai masalah yang terjadi di daerah kenapa dibiarkan berlarut-larut oleh Pusat. Biasanya urusannya penyelewengan dana. Program Pusat yang bersentuhan langsung dengan Puskesmas adalah BOK, Jampersal, dan Jamkesmas (mungkin masih ada lagi, tapi saya taunya cuman itu). Dari sejak saya PTT Jamkesmas sudah mulai diberlakukan, dan saya mengerti bagaimana dana kapitasi Jamkesmas di Puskesmas itu menjadi sumber konflik. Kini datang BPJS, apakah Indonesia sudah siap?
Di sisi lain pelayanan kesehatan itu nggak bisa hanya dilihat dari satu sisi. Karena yang namanya pelayanan kesehatan melibatkan berbagai profesi di dalamnya, bukan hanya dokter. Lucunya saat ini tren yang berkembang adalah berbagai profesi ini justru mengedepankan ke’aku’an masing-masing tanpa mempedulikan sesama profesi pelayanan kesehatan lainnya. Perawat ingin bisa praktek, dokter protes karena apa bedanya sama dokter kalo perawat bisa praktek? Perawat bilang, loh bidan aja bisa praktek. Masa perawat yang kalo diliat tingkat pendidikannya setara dengan dokter (S1 dan plus profesi Ners) nggak bisa buka praktek pribadi?
Tren yang berkembang ini membuat saya prihatin, karena setelah bekerja di Pusat, saya melihat sendiri bahwa yang namanya kebijakan nggak bisa hanya mementingkan satu pihak saja. Nggak ada kebijakan yang bisa memuaskan semua pihak, it’s true, tapi at least sebuah kebijakan yang baik bisa menengahi semua pihak. Jika ke’aku’an ini yang justru berkembang, bagaimana bisa dibuat kebijakan yang baik?
Jadi inget jaman penjajahan dulu bermunculan organisasi-organisasi daerah, berjuang di daerah masing-masing tapi lupa sama persatuan dan kesatuan. Cita-cita memperoleh kemerdekaan justru sulit tercapai saat berjuang berpisah-pisah begitu.
Singkat kata, saya yakin dengan itikad baik semua profesi kesehatan. Saya yakin semuanya menginginkan hal yang sama: Indonesia Sehat dan tentu saja kesejahteraan setiap profesi kesehatan terjamin. Jadi, ayo sama-sama memperjuangkan cita-cita itu dan melupakan ke’aku’an masing-masing sejenak. Jika sistem pelayanan kesehatan yang baik sudah tercipta di negeri ini, saya yakin kesejahteraan profesi kesehatan pun akan meningkat dengan sendirinya, akan lebih dihargai dan lebih  dicintai oleh masyarakat.
You might say I’m a dreamer, but hopefully I’m not the only one.
dr. Rini Haryanti, work at Subbag Kepegawaian Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
Was PTT at Puskesmas dengan status ST di Provinsi NTT.
Dengan sedikit kutipan dari ‘Imagine’ by John Lennon


PS. Jika ada hal-hal yang tidak akurat dan tidak tepat dari tulisan ini mohon agar dikoreksi, pengetahuan penulis terbatas soalnya….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar