Saya seorang dokter, sampai saat ini saya masih bisa berbangga hati
mengatakan ini. Meskipun status saya dokter disfungsional, karena setelah jadi
PNS saya malah ditempatkan di posisi administratif, namun saya berusaha tetap
menyandang ‘dokter’ tersebut dengan penuh kebanggaan.
Sebagai dokter disfungsional dan bekerja di tempat pusatnya kebijakan
dibentuk, terus terang cukup membuka mata saya. Dulu, waktu saya masih PTT dan
ditempatkan di Puskesmas dengan status Sangat Terpencil, saya selalu memandang
penuh curiga kepada birokrasi. Apakah itu Dinkes yang lambat mengurus gaji
kami, apakah itu Pemda yang terkesan menelantarkan nasib kami, juga tentu Pusat
yang diam-diam saja padahal gaji kami belum turun 3 bulan.
Saya sangat nggak respek melihat lambatnya birokrasi di Dinkes, dan
ogah-ogahannya pegawai Dinkes bekerja. Daftar gaji kami harusnya yang mengamprah
dan mengirim ke Pusat ya Dinkes, tapi kenapa nggak turun-turun? Karena
amprahannya belum dikirim ke Pusat. Alasan? Nggak ada biaya kirimnya. Jadi,
akhirnya kamilah dokter-dokter PTT yang tabungannya pas-pasan karena baru
lulus, yang bergerilya sendiri membuat amprahan gaji kami dan mengirimnya ke
Pusat.
Tentu saja tidak semua Dinkes memperlakukan dokter PTT demikian, tapi
hal ini membuat saya bertekad whatever happened saya nggak mau jadi birokrat.
Lagipula jiwa saya bukan di birokrasi, tapi di pelayanan. Saya berjiwa
practician, birokrasi membuat saya cape dan kesal. Tapi, manusia hanya bisa
berencana, karena setelah saya diterima sebagai CPNS saya justru dijebloskan ke
sumber dari segala sumber birokrasi: Kantor Pusat (maaf saya pake istilah
dijebloskan, soalnya saya bener-bener nggak tau waktu awal kalo saya bakal
ditempatkan sebagai tenaga administratif).
Sekarang, teman saya yang eks PTT dan kini jadi PNS fungsional di daerah
dia PTT dulu, sering sharing dengan saya. Karena posisi saya di Pusat, tentu
dia mengharapkan saya bisa menjelaskan berbagai masalah yang terjadi di daerah
kenapa dibiarkan berlarut-larut oleh Pusat. Biasanya urusannya penyelewengan
dana. Program Pusat yang bersentuhan langsung dengan Puskesmas adalah BOK,
Jampersal, dan Jamkesmas (mungkin masih ada lagi, tapi saya taunya cuman itu).
Dari sejak saya PTT Jamkesmas sudah mulai diberlakukan, dan saya mengerti
bagaimana dana kapitasi Jamkesmas di Puskesmas itu menjadi sumber konflik. Kini
datang BPJS, apakah Indonesia sudah siap?
Di sisi lain pelayanan kesehatan itu nggak bisa hanya dilihat dari satu
sisi. Karena yang namanya pelayanan kesehatan melibatkan berbagai profesi di
dalamnya, bukan hanya dokter. Lucunya saat ini tren yang berkembang adalah
berbagai profesi ini justru mengedepankan ke’aku’an masing-masing tanpa
mempedulikan sesama profesi pelayanan kesehatan lainnya. Perawat ingin bisa
praktek, dokter protes karena apa bedanya sama dokter kalo perawat bisa
praktek? Perawat bilang, loh bidan aja bisa praktek. Masa perawat yang kalo
diliat tingkat pendidikannya setara dengan dokter (S1 dan plus profesi Ners) nggak
bisa buka praktek pribadi?
Tren yang berkembang ini membuat saya prihatin, karena setelah bekerja di
Pusat, saya melihat sendiri bahwa yang namanya kebijakan nggak bisa hanya
mementingkan satu pihak saja. Nggak ada kebijakan yang bisa memuaskan semua
pihak, it’s true, tapi at least sebuah kebijakan yang baik bisa menengahi semua
pihak. Jika ke’aku’an ini yang justru berkembang, bagaimana bisa dibuat
kebijakan yang baik?
Jadi inget jaman penjajahan dulu bermunculan organisasi-organisasi daerah,
berjuang di daerah masing-masing tapi lupa sama persatuan dan kesatuan.
Cita-cita memperoleh kemerdekaan justru sulit tercapai saat berjuang
berpisah-pisah begitu.
Singkat kata, saya yakin dengan itikad baik semua profesi kesehatan. Saya
yakin semuanya menginginkan hal yang sama: Indonesia Sehat dan tentu saja
kesejahteraan setiap profesi kesehatan terjamin. Jadi, ayo sama-sama
memperjuangkan cita-cita itu dan melupakan ke’aku’an masing-masing sejenak.
Jika sistem pelayanan kesehatan yang baik sudah tercipta di negeri ini, saya
yakin kesejahteraan profesi kesehatan pun akan meningkat dengan sendirinya,
akan lebih dihargai dan lebih dicintai
oleh masyarakat.
You might say I’m a dreamer, but hopefully I’m not the only one.
dr. Rini Haryanti, work at Subbag Kepegawaian Ditjen Bina Upaya
Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI.
Was PTT at
Puskesmas dengan status ST di Provinsi NTT.
Dengan sedikit
kutipan dari ‘Imagine’ by John Lennon
PS. Jika ada hal-hal yang
tidak akurat dan tidak tepat dari tulisan ini mohon agar dikoreksi, pengetahuan
penulis terbatas soalnya….