Sabtu, 30 Januari 2016

NYAMUK DAN REFLEKSI DIRI 2016 PART 1




                Tahun 2016 ini diawali dengan berbagai  cobaan buat saya. Dan penyebabnya adalah NYAMUK. Orang Indonesia pasti tau dong yang namanya nyamuk AEDES AEGYPTI dan the famous diseases it’s carrying all around this nation? Yang paling beken DEMAM DENGUE/DEMAM BERDARAH DENGUE. Nah, kalo menyangkut nyamuk-nyamukan saya menganut prinsip GAK PAKE SEMPROT2AN, karena saya agak paranoid dengan cerita Mama waktu saya kecil tentang balita yang meninggal di kamar yang baru disemprot Baygon. Meskipun cerita itu kebenerannya diragukan, tapi setelah saya baca berbagai literatur yang ada memang yang disarankan sebagai pencegah gigitan nyamuk adalah kelambu. Jadi selama ini saya pake kelambu untuk melindungi kedua anak saya dari gigitan nyamuk. Nggak selalu sukses, karena kelambu kan nggak mungkin 24 jam melindungi kita. Tapi dengan diiringi doa dan mencoba konsisten memberi nutrisi yang cukup buat anak-anak, plus kalau anak-anak demam selalu berusaha memaksa anak-anak untuk banyak minum maka saya berharap jauh-jauhlah penyakit-penyakit yang berbahaya dari anak-anak saya.....(amiiin).
                Proteksi pada anak-anak lumayan ketat, tapi kok malah lupa terhadap proteksi yang dewasa?  Akhir Desember kemarin, tiba-tiba pengasuh anak-anak  saya– yang  luar biasa saya andalkan karena saya working mommy with husband far far away from her – mengirim sms saat saya masih di kantor berbunyi: Mami, Bude sakit badan meriang menggigil. Saking diandalkannya Bude (begitu saya dan anak2 memanggil sang pengasuh), jarang sekali Bude mengeluh saat sakit ringan seperti batuk pilek atau demam sumeng-sumeng. Maka, ketika Bude sms mengabarkan bahwa dia sakit hanya beberapa jam menjelang saya pulang kantor, taulah saya bahwa sakitnya pasti nggak biasa.
                Bener aja, sampe rumah saya ukur demamnya tinggi dan pusing sekali kepala sampai nggak bisa bangun. Kalau bangun dipaksakan maka terhuyung-huyung nggak bisa berjalan lurus. Dalam hati: this is bad..... Waktu itu weekend, jadi saya memang nggak ngantor besoknya. Berharap hari Senin, Bude sudah pulih seperti sedia kala dan saya nggak perlu bolos kantor ngasuh anak-anak. Tapi Sabtu-Minggu berlalu dan Bude nggak ada perbaikan malah perburukan, jadi muntah-muntah dan nggak mau makan sama sekali. Minum hanya sedikit-sedikit aja.
                Mengasuh dua balita membuat saya nggak bisa memperhatikan Bude, sehingga urusan nutrisinya makin terbengkalai. Saya nggak bisa ngantor, dan sebagai ibu bekerja mohon maaf skill beres-beres saya minimalis banget. Apalagi anak-anak yang terbiasa diasuh Bude nggak bisa ngerti Bude lagi sakit sehingga saya sering emosi jiwa melihat Nizam memaksa Bude menemani dia tidur sambil membaca buku Ensiklopedi Laut favoritnya. Bude nggak bisa istirahat karena Nizam yang memang paling lengket sama Bude terus menerus nangis minta Bude meladeni kemauan dia.
                Bude memang berencana pulkam akhir tahun karena ada acara pernikahan keponakannya. Saya sudah mengajukan cuti untuk full time ngasuh anak selama Bude pulkam, suami juga sudah ok meluangkan waktu. Namun apa mau dikata, Bude malah sakit beberapa hari sebelum jadwal pulkam. Karena mau cuti, kerjaan masih numpuk di kantor, saya memanggil Mama untuk bala bantuan mengasuh Radith. Saya sendiri bermaksud pergi kerja dan membawa Nizam ikut ke kantor, jadi Mama nggak perlu mengasuh dua anak.
                Begitu Mama datang, ternyata kondisi Bude makin buruk, makin sering muntahnya. Maka saya memutuskan membawa Bude ke RS swasta di dekat rumah. Sampai di rumah sakit ternyata oh ternyata trombosit Bude rendah sekali, dokter curiga diagnosis mengarah ke Demam Berdarah Dengue alias DBD. Akhirnya saya merelakan Bude dirawat di rumah sakit, karena di rumah Bude sulit istirahat dan makannya nggak bisa saya perhatikan. Alhamdulillah Anto, anak Bude juga sudah mulai cuti kerja (karena bermaksud pulkam tadi) sehingga bisa menemani Bude di rumah sakit.
                Selama Bude dirawat, Mama menggantikan Bude menjaga Radith sementara saya ke kantor bersama Nizam. Ternyata membawa Nizam ke kantor yang terjadi malah nggak bisa kerja, laptop saya dimonopoli Nizam untuk nonton lagu-lagu anak dan main game edukasi. Saya terpaksa membajak PC teman saya yang sedang cuti, namun itu juga nggak efektif karena tiap  5 menit Nizam memanggil saya untuk ganti lagu atau ganti game.
                Begitulah yang terjadi saat Bude, pengasuh yang super diandalkan, jatuh sakit. Refleksi diri saya saat itu adalah: i’m a bad mom and housewife karena semua keteteran saat nggak ada Bude. Pengen nangis terus rasanya.....sampai suami saya datang, cuti dimulai, dan akhirnya saya bisa membawa anak-anak ke Bandung. Bude masih dirawat sampai seminggu, dan setelah pulang saya masih di Bandung beberapa hari sehingga Bude bisa pemulihan tanpa diganggu anak-anak.  
                Begitulah saya mengawali 2016, dengan merasakan betapa pentingnya Bude dan menjaga Bude tetap sehat. Saya super kagum deh sama working mommy yang juga ahli beres-beres rumah, weekend masih bisa masak-masak, kemudian jalan-jalan sekeluarga. Saya jelas bukan tipe yang seperti itu.  Tapi, saat itu saya juga menyadari bahwa sepertinya saya terlalu ketergantungan terhadap Bude, namun agak mengabaikan faktor kesehatan Bude dan melupakan bahwa Bude juga manusia yang bisa sakit. Sehingga langkah berikutnya adalah mencari satu lagi asisten yang bisa membantu Bude beres-beres rumah supaya Bude nggak terlalu cape dan fokus mengasuh anak-anak. Semoga pencarian ini segera membuahkan hasil karena sampai hari ini, akhir bulan Januari, belum ketemu juga calonnya.
                To be kontinyu ya karena cobaan nyamuk ini masih terus bergulir....

SEKILAS TENTANG DEMAM DENGUE/DEMAM BERDARAH DENGUE

http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs117/en/

http://milissehat.web.id/?p=134